Asal Masyarakat Minangkabau
Kata Minangkabau mengandung
banyak pengertian. Minangkabau dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya,
di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan
budaya Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan
budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan
budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat.
Minangkabau
dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah suku bangsa, suku
Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa sendiri dan penduduk
sendiri.
Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan
masa lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering
disebut juga kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang
cukup lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya sampai ke negeri
Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka tidak
mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.
Membicarakan
Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku bangsa dengan latar
belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala aspek kehidupan
masyarakatnya. Mengingat hal seperti itu, ada dua sumber yang dapat
dijadikan rujukan dalam mengkaji Minangkabau, yaitu sumber dari sejarah
dan sumber dari tambo. Kedua sumber ini sama penting, walaupun di sana
sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan kekurangan, namun dapat pula
saling melengkapi.
Menelusuri sejarah tentang Minangkabau,
sebagai satu cabang dari ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan
bukti-bukti yang jelas dan otentik. Dapat berupa peninggalan-peninggalan
masa lalu, prasasti-prasasti, batu tagak (menhir), batu bersurat,
naskah-naskah dan catatan tertulis lainnya. Dalam hal ini, ternyata
bukti sejarah lokal Minangkabau termasuk sedikit.
Banyak catatan
dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsche Indie), tentang
Minaangkabau atau Sumatera West Kunde, yang amat memerlukan kejelian di
dalam meneliti. Hal ini disebabkan, catatan-catatan dimaksud dibuat
untuk kepentingan pemerintahan Belanda, atau keperluan dagang oleh
Maatschappij Koningkliyke VOC.
Tambo atau uraian mengenai asal
usul orang Minangkabau dan menerakan hukum-hukum adatnya, termasuk
sumber yang mulai langka di wilayah Minangkabau sekarang. Sungguhpun,
penelusuran tambo sulit untuk dicarikan rujukan seperti sejarah, namun
apa yang disebut dalam tambo masih dapat dibuktikan ada dan bertemu di
dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Tambo diyakini oleh orang
Minangkabau sebagai peninggalan orang-orang tua. Bagi orang
Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah kaum. Walaupun, di dalam
catatan dan penulisan sejarah sangat diperhatikan penanggalan atau
tarikh dari sebuah peristiwa, serta di mana kejadian, bagaimana
terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya, menjadikan penulisan
sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu mengutamakan penanggalan,
akan tetapi menilik kepada peristiwanya. Tambo lebih bersifat sebuah
kisah, sesuatu yang pernah terjadi dan berlaku.
Tentu saja, bila
kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari rujukannya sebagaimana
sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan bahkan dapat membingungkan.
Sebagai contoh; dalam tambo Minangkabau tidak ditemukan secara jelas
nama Adhytiawarman, tetapi dalam sejarah nama itu adalah nama raja
Minangkabau yang pertama berdasarkan bukti-bukti prasasti.
Dalam
hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak
menyalahkan tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya
berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang
diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus diturunkan kepada anak
kemenakan.
Minangkabau menurut sejarah
Banyak ahli
telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau, dengan pendapat,
analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada umumnya mereka membagi
beberapa periode kesejarahan; Minangkabau zaman sebelum Masehi, zaman
Minangkabau Timur dan zaman kerajaan Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD
Mansur dkk dalam Sejarah Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau
pada zaman sebelum Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua
persen saja yang punya nilai sejarah, selebihnya adalah mitologi,
cerita-cerita yang diyakini sebagai tambo.
Prof Slamet Mulyana
dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya mengatakan bahwa kerajaan
Minangkabau itu sudah ada sejak abad pertama Masehi.
Kerajaan itu
muncul silih berganti dengan nama yang berbeda-beda. Pada mulanya
muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi sekitar daerah Jambi pedalaman.
Kerajaan ini hidup sampai abad ke empat. Kerajaan ini kemudian berganti
dengan kerajaan Swarnabhumi pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai
kelanjutan kerajaan sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan
Sriwijaya abad ke tujuh sampai 14.
Mengenai lokasi kerajaan ini
belum terdapat kesamaan pendapat para ahli. Ada yang mengatakan sekitar
Palembang sekarang, tetapi ada juga yang mengatakan antara Batang Batang
Hari dan Batang Kampar. Candi Muara Takus merupakan peninggalan
kerajaan Kuntala yang kemudian diperbaiki dan diperluas sampai masa
kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncul kerajaan Malayapura (kerajaan
Melayu) di daerah yang bernama Darmasyraya (daerah Sitiung dan
sekitarnya sekarang). Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari kerajaan
Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adhytiawarman ke
Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan itu dikenal dengan kerajaan
Pagaruyung.
Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia
mengatakan bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf
dengan kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan
banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke
Pagaruyung, seperti Deli, Siak, Negeri Sembilan dan negeri-negeri
lainnya.
Minangkabau menurut tambo.
Dalam bentuk
lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal orang Minangkabau.
Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai sejarah Minangkabau. Bagi
masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai arti penting, karena di
dalamtambo terdapat dua hal:
(1) Tambo alam, suatu kisah yang
menerangkan asal usul orang Minangkabau semenjak raja pertama datang
sampai kepada masa kejayaan kerajaan Pagaruyung.
(2) Tambo adat,
uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari sumber inilah
hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya sistem matrilineal
dikembangkan.
Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama
yang datang ke Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu
dari Iskandar Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif
menjadi raja di benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di
benua Cina. Secara tersirat tambo telah menempatkan kerajaan Minangkabau
setaraf dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri Maharajo Dirajo
datang ke Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut pulau paco lengkap
dengan pengiring yang yang disebut; Kucing Siam, Harimau Campo, Anjiang
Mualim, Kambiang Hutan.
Masing-masing nama itu kemudian dijadikan
“lambang” dari setiap luhak di Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang
luhak Tanah Data, Harimau Campo untuk lambang luhak Agam dan Kambiang
hutan untuk lambang luhak Limo Puluah. Suri Maharajo Dirajo mempunya
seorang penasehat ahli yang bernama Cati Bilang Pandai.
Suri
Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan Maharajo Basa
yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan pendiri sistem
kelarasan Koto Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri Maharajo Dirajo
sepeninggalnya kawin dengan Cati Bilang Pandai dan melahirkan tiga orang
anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti Jamilan. Sutan Balun
kemudian dikenal dengan gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang pendiri
kelarasan Bodi Caniago.
Datuk Katumanggungan meneruskan
pemerintahannya berpusat di Pariangan Padang Panjang kemudian
mengalihkannya ke Bungo Sitangkai di Sungai Tarab sekarang, dan
menguasai daerah sampai ke Bukit Batu Patah dan terus ke Pagaruyung.
Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau adalah:
(1) Kerajaan Pasumayan Koto Batu,
(2) Kerajaan Pariangan Padang Panjang
(3) Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang
(4) Kerajaan Bungo Sitangkai
(5) Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir
(6) Kerajaan Pagaruyung.
Menurut
Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah kelanjutan dari kerajaan
sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan Pagaruyung, semuanya
melebur diri menjadi kawasan kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan Dusun
Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, karena terjadi
perselisihan paham antara Datuk Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih nan
Sabatang, maka kerajaan itu tidak diteruskan, sehingga hanya ada satu
kerajaan saja yaitu kerajaan Pagaruyung. Perbedaan paham antara kedua
kakak beradik satu ibu ini yang menjadikan sistem pemerintahan dan
kemasyarakatan Minangkabau dibagi atas dua kelarasan, Koto Piliang dan
Bodi Caniago.
Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari
sistem matrilineal telah dimulai sejak awal, yaitu dari “induknya” Puti
Indo Jalito. Dari Puti Indo Jalito inilah yang melahirkan Datuk
Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Namun, apa yang
diuraikan setiap tambo punya berbagai variasi, karena setiap nagari
punya tambo.
Dr. Edward Jamaris yang membuat disertasinya tentang
tambo, sangat sulit menenyukan pilihan. Untuyk keperluan itu, dia harus
memilih salah satu tambo dari 64 buah tambo yang diselidikinya. Namun
pada umumnya tambo menguraikan tentang asal usul orang Minangkabau
sampai terbentuknya kerajaan Pagaruyung.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar