Sabtu, 11 Juni 2016

10 ( dulu ) FAKTA UNIK SEPUTAR KURIKULUM 2013

 

1. Kurikulum 2013 adalah Kurikulum yang ke-10, kurikulum di Indonesia telah berganti-ganti sebanyak 9 kali. ( filosofinya, banyak kurikulum akan menyehatkan badan…. kayak minum obat saja ) 
2. Kurikulum 2013 diterapkan sejak Senin 15 Juli 2013. ( namanya juga K13 ya dimulai tahun 2013. Sayangnya mereka lupa bahwa 13 itu angkan keramat…. ) 
3. Kurikulum 2013 dihentikan pada Jumat 5 Desember 2014. ( Lho koq cepet amat mas…. ) 
4. Sudah 3 tahun berjalan tertatih-tatih, belum terlihat hasil yang signifikan, masih membingungkan dan cenderung membosankan. ( Gue kate juge ape….. ) 
5. Dana yang dihabiskan untuk implementasi 7 T lebih. ( Wuihhhh …. angka apa itu ?? ) 
6. Pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kedalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. ( Bertentangan dengan scientific ! ) 
7. Penghapusan Mata Pelajaran TIK & KKPI tanpa adanya satupun alasan yang rasional. ( ya No Problemo lah…. lihat saja 3 tahun ke depan … ) 
8. K13 akan mengurangi beban Jam belajar siswa, kenyataannya ? di semua jenjang beban ditambah. ( Kerja, kerja, kerja …. capek deh… )
9. kekacauan dalam memahami kompetensi disiplin ilmu dengan kompetensi karakter, yang tidak akan mungkin dibereskan dengan berjalannya waktu karena sistem pemikiran yang mendasarinya sudah salah sejak awal. Pemaksaan integrasi antara kompetensi pendidikan karakter, yang diredusir pada pendekatan kerohanian dan sikap, serta kompetensi disiplin ilmu (pengetahuan dan keterampilan) melahirkan untuk pertama kalinya dalam sejarah kurikulum nasional proses agamanisasi kurikulum. ( Untuk lembar penilaian observasi, komponen sikap yang harus dinilai oleh guru adalah tanggung jawab, jujur, peduli, kerja sama, santun, percaya diri, dan disiplin. Guru harus mengamati tujuh sikap agar dapat mengisi setiap kolom penilaian. Apabila dalam satu kelas guru memiliki 30 siswa, berarti ada 210 kolom yang harus diisi oleh guru untuk menilai kompetensi sikap siswa. Mungkinkah guru mampu mengisi secara mendalam penilaian sikap ini dalam dua atau tiga jam tatap muka ? Persoalannya bukanlah apakah guru mampu atau tidak menilai sikap siswa. Akan tetapi, kecenderungan memasukkan penilaian spiritual dan sikap dalam setiap tatap muka melalui indikator-indikator yang tidak dapat dikuantifikasi inilah yang membuat proses pembelajaran justru jauh dari rel utamanya, yaitu akuisisi ilmu pengetahuan. Ada dua kemungkinan sikap guru terkait proses penilaian sikap. Guru lebih mengutamakan proses pembelajaran untuk penguasaan materi pelajaran dan mengesampingkan proses penilaian spiritual dan sikap, atau jika ingin mengutamakan keduanya, akhirnya pendalaman materi pembelajaran yang terabaikan. Banyak guru memilih mengutamakan pembelajaran ketimbang sibuk mengamati perilaku spiritual dan sosial siswa. Akibatnya, penilaian sikap spiritual dan sosial yang dianggap sebagai kekuatan Kurikulum 2013 hanya menjadi formalitas tanpa isi. ) 
10. Usaha untuk spiritualisasi semua mata pelajaran. Alhasil, setiap mata pelajaran akan dinilai keberhasilannya berdasarkan terpenuhinya Kompetensi Inti 1 (sikap spiritual), Kompetensi Inti 2 (sikap sosial), Kompetensi Inti 3 (pengetahuan), dan Kompetensi Inti 4 (keterampilan). Kompetensi Inti 3 dan 4 sesungguhnya sudah ada dalam kurikulum sebelumnya. Praktis tidak banyak perubahan. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menilai kompetensi spiritual dan sosial dalam setiap mata pelajaran ? ( Penilaian kompetensi spiritual dalam Kurikulum 2013 sering kali ditandai indikator yang sangat ritualistik dan reduktif, seperti siswa berdoa sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran, atau indikator aneh, seperti siswa dapat bersyukur atas anugerah bahasa Indonesia. Bagaimana menilai rasa syukur seperti ini ? ) Kekacauan dalam implementasi Kurikulum 2013 bukanlah semata-mata persoalan teknis, seperti masalah percetakan dan distribusi buku dan belum berhasilnya program pelatihan guru, melainkan karena pijakan teoretis-konseptual Kurikulum 2013 tidak kokoh dan secara praksis pun bermasalah. Akibatnya, pendidikan hanya menjadi bahan kampanye politisi, entah mengatasnamakan revolusi mental atau apa pun. Namun, ketika tiba waktunya untuk mengoreksi kekeliruan fundamental ini, mereka tak berani mengambil sikap. Alih-alih mencoba memahami mengapa implementasi Kurikulum 2013 gagal, ‘mereka’ lebih suka memilih zona aman dengan argumentasi pinggiran yang jauh dari persoalan utama Kurikulum 2013.

Tidak ada komentar :