JAKARTA - Program “bela negara” yang
diluncurkan Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan,
setelah militer Indonesia berencana memberi pelatihan senjata kepada
"gangster" di Bali.
Ahli pertahanan Yohanes Sulaiman mengatakan, mempersenjati warga sipil bukan ide yang baik, kecuali ada aturan yang melegalkan.
Program bela negara di Bali digelar oleh tentara Indonesia pada Agustus nanti dengan memberikan pelatihan semi-militer dan senjata untuk para lelaki pengangguran dan "gangster".
Program dari Pemerintah Presiden Jokowi ini sejatinya bertujuan untuk melawan pengikisan nilai-nilai nasionalisme. Selain itu, program ini juga untuk menangkal "pengaruh asing" seperti komunisme, ekstremisme agama.
“Pengenalan senjata adalah bagian dari materi sehingga peserta tidak bosan. Sehingga mereka dapat merasakan seperti apa di militer,” kata juru bicara komando militer Bali, Hotman Hutahaean, seperti dikutip Reuters, Sabtu (11/6/2016).
”Akan ada materi lain, seperti marching dan pelatihan fisik. Sehingga masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajibannya, terutama gangster, karena mereka harus siap untuk menjadi warga negara yang baik,” katanya.
Hutahaean membenarkan bahwa pelatihan untuk "gangster" akan dimulai pada bulan Agustus. Dia berharap sekitar 100 orang mendaftar.
Dia tidak merinci apa yang dimaksud dengan “gangster”, termasuk apakah mereka memiliki catatan kriminal atau tidak.
Ahli pertahanan Yohanes Sulaiman mengkritik pelatihan senjata untuk “gangster” dalam program bela negara.
”Mereka pada dasarnya memberdayakan anak-anak muda dengan latar belakang keruh yang akan pergi ke permainan tentara,” katanya.
”Mempersenjatai sipil atau bahkan melatih mereka dengan cara ini bukan ide yang baik, kecuali jika Anda mengatur mereka dengan baik dan memiliki hukum dan peraturan untuk mengendalikannya,” ujarnya.
Laporan lain menyebut pelatihan senjata untuk “gangster” itu nantinya akan terbatas pada cara merakit senjata dan pengenalan senjata-senjata melalui foto.
Program bela negara di Bali digelar oleh tentara Indonesia pada Agustus nanti dengan memberikan pelatihan semi-militer dan senjata untuk para lelaki pengangguran dan "gangster".
Program dari Pemerintah Presiden Jokowi ini sejatinya bertujuan untuk melawan pengikisan nilai-nilai nasionalisme. Selain itu, program ini juga untuk menangkal "pengaruh asing" seperti komunisme, ekstremisme agama.
“Pengenalan senjata adalah bagian dari materi sehingga peserta tidak bosan. Sehingga mereka dapat merasakan seperti apa di militer,” kata juru bicara komando militer Bali, Hotman Hutahaean, seperti dikutip Reuters, Sabtu (11/6/2016).
”Akan ada materi lain, seperti marching dan pelatihan fisik. Sehingga masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajibannya, terutama gangster, karena mereka harus siap untuk menjadi warga negara yang baik,” katanya.
Hutahaean membenarkan bahwa pelatihan untuk "gangster" akan dimulai pada bulan Agustus. Dia berharap sekitar 100 orang mendaftar.
Dia tidak merinci apa yang dimaksud dengan “gangster”, termasuk apakah mereka memiliki catatan kriminal atau tidak.
Ahli pertahanan Yohanes Sulaiman mengkritik pelatihan senjata untuk “gangster” dalam program bela negara.
”Mereka pada dasarnya memberdayakan anak-anak muda dengan latar belakang keruh yang akan pergi ke permainan tentara,” katanya.
”Mempersenjatai sipil atau bahkan melatih mereka dengan cara ini bukan ide yang baik, kecuali jika Anda mengatur mereka dengan baik dan memiliki hukum dan peraturan untuk mengendalikannya,” ujarnya.
Laporan lain menyebut pelatihan senjata untuk “gangster” itu nantinya akan terbatas pada cara merakit senjata dan pengenalan senjata-senjata melalui foto.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar